Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketua Umum Partai Republik Marwah Daud Ibrahim

Ketua Umum Partai Republik, Marwah Daud Ibrahim menengarai ada indikasi kuat ketidaknetralan KPU, terutama terhadap parpol-parpol di parlemen, terkait tidak lolosnya Partai Republik dalam verifikasi administrasi.

"Demi tegaknya kemuliaan dan proes konsolidasi demokrasi, Partai Republik mengambil inisiatif untuk melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawsalu) dan Dewan Kehormatan penyelenggara Pemilu (DKPP)," tegas Ketua umum Partai Republik, Marwah Daud Ibrahim, Senin (29/10/2012).

Ditanya mengenai langkah-langkah yang akan diambil oleh Partai Republik, Marwah mengatakan Senin ini mereka memasukkan laporan ke DKPP dan Bawaslu, karena patut diduga KPU telah melanggar UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Menurut Marwah, bila bukti-bukti dirasa cukup, Partai Republik akan menggugat KPU ke PTUN, karena ada indikasi KPU melanggar keputusan MK. “Ada sejumlah kejanggalan yang kami catat. Terutama tentang kenetralan dan transparasi informasi,” ujar Marwah Daud Ibrahim.

Semestinya tandas Marwah, KPU secara transparan ,sesuai UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik membeberkan data semua partai yang lolos dan tidak lolos secara terbuka sehingga dapat diketahui secara lebih transparan.

Seperti pada tahap pertama yang secara rinci menjelaskan kelengkapan 17 berkas dari yang lolos dan jumlah kekurangan berkas bagi yang tidak lolos. Perlu dilakukan semacam pembuktian terbalik oleh KPU (dan partai politik).

“Pengumuman yang dilakukan KPU, seperti sim salabim. Ada keputusan, tapi tanpa penjelasan yang transparan dan memadai. Tidak ada rapor yang jelas. Hanya disebutkan yang ini lolos, dan itu tidak lolos. Alasan yang dikemukakan normatif sekali, sesuai UU. Padahal ada partai besar yang pada tanggal 10 Oktober hanya menyerahkan data kepengurusan di 25 propinsi, lalu tiba-tiba dinyatakan lolos," papar Marwah.

Jadi sesungguhnya, lanjut Marwah, kalau mengikuti UU, beberapa parpol besar itu juga tidak lolos karena jumlah kepengurusannya tidak menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Kami telah meminta kepada pengurus Partai Republik di seluruh Indonesia untuk memeriksa benar-tidaknya keberadaan parpol-parpol tersebut di seluruh Indonesia.

Sebagai wujud dari transparansi tersebut, Marwah mendesak Bawaslu dan DKPP melakukan investigasi dan meminta KPU menunjukkan dokumen dan data otentik untuk membuktikan keputusannya yang meluluskan 16 partai politik tersebut memang layak dinyatakan lolos, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu (Kepengurusan Provini 100 persen, Kabupaten/Kota 75 persen, Kecamatan 50 persen dan keanggotaan 1000 anggota atau 1/1000 anggota. Meluluskan Verifikasi aministrasi partai yang tidak memenuhi persyaratan sesuai UU No 2012 adalah sebuah pelanggaran.

Sementara itu Sekretaris Umum Partai Republik Heru Bahtiar Arifin mengakui, peraturan yang diterapkan KPU untuk meloloskan suatu parpol memang berat, belum lagi harus mengikuti format data yang diinginkan KPU. KPU sendiri terpaksa harus menunda hasil pengumuman tersebut.

“Kami menyadari kesulitan teman-teman pengurus parpol lainnya terutama terkait dengan SIPOL. Perubahan SIPOL tidak disampaikan secara resmi kepada Partai Politik. Informasi dari KPU adalah informasi publik yang tidak hanya harus diketahui oleh partai politik, tapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia. Menyembunyikan informasi tersebut adalah pelanggaran serius terhadap UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” papar Heru.